Selasa, 06 April 2010

Investigative Report (Studi: Investigasi pabrik es)

Menikmati minuman dingin yang dilengkapi dengan es batu memang selalu menjadi favorit, apa lagi bagi kita masyarakat Indonesia yang tinggal di wilayah tropis. Jika anda penikmat minuman dingin dan biasa membeli minuman di warung dan rumah makan, atau menikmati berbagai jenis es andalan Indonesia seperti es cendol, es teler, es campur, dan lain-lain. Pernahkah kita berpikir dari mana asal es-es batu tersebut? Tahukah anda bahwa es yang kita konsumsi tersebut mengandung lebih banyak kuman ketimbang air toilet? Berikut ini adalah investigasi kami mengenai kasus tersebut.

Sepertinya Anda harus mengubah anggapan bahwa es batu yang berasal dari restoran siap saji aman untuk dikonsumsi. Sebuah penelitian baru-baru ini membuktikan bahwa 70% es batu restoran siap saji lebih memiliki banyak kuman dibandingkan air toilet.

Adapun penelitian yang dilakukan dengan cara mengambil sampel secara acak di beberapa penjual yang menggunakan es ini pada aneka minuman, untuk kemudian dilakukan tes di laboratorium. Terbukti dalam es itu mengandung bakteri E-COLI jauh diatas batas normal (10.000 - 20.000 per 100 mL). Dengan kata lain es ini mengandung bakteri hampir setara dengan (maaf) kotoran manusia.

Lalu mengapa bisa ditemukan bakteri E.Coli pada es-es batu tersebut?

Menurut sumber kami, salah seorang karyawati Pabrik Es yang terletak di kawasan Cibitung, Bekasi, es balok diproduksi dengan mengalami berbagai proses penyaringan. Pada salah satu Pabrik Es di wilayah tersebut, penyaringan dilakukan dengan menggunakan filter dibantu dengan berbagai bahan kimia, yakni karbon dan resin. Adapun proses penyulingan di lakukan tiga kali, hingga air betul-betul terlihat jernih. Air kemudian diproses sedemikian rupa dengan menggunakan mesin, dibantu bahan kimia yakni garam dan amoniak, hingga dalam 24 jam kemudian bisa dihasilkan balok-balok es batu yang besar dan jernih.


Yang mengejutkan adalah adanya pengakuan sumber kami yang mengatakan bahwa air yang disuling untuk kemudian di jadikan es batu ini diambil dari sumber air terdekat yang terdapat di daerah tersebut, yakni air sungai Kalimalang.


Menurut sumber kami tersebut, pabriknya memproduksi es menjadi dua bentuk, yakni bentuk balok (besar) dan bentuk siap pakai (bulat kecil-kecil dengan lubang ditengahnya). Es batu yang berbentuk balok memang biasanya mereka distribusikan untuk pasar-pasar sebagai pendingin ikan, buah, dan sayuran, atau untuk pendingin minuman botol dalam kotak-kotak di warung-warung minuman di tepi jalan yang tidak memiliki sistem refrigerator, dan dijual kepada pedagang es keliling.

Pabrik memang tidak merekomendasikan es balok untuk dikonsumsi manusia. Hanya para penjual suka nakal dengan menjualnya untuk konsumsi para customer mereka. Terkecuali untuk es dalam bentuk siap pakai (ukuran kecil), pabrik memang khusus memproduksi untuk dapat di konsumsi manusia karena diambil dari air tanah.


Adapun berbagai rumah makan yang juga memesan es pada pabrik ini, yakni: RM. Batavia, RM Kinara (Kemang), Solaria, dan juga franchise ternama seperti KFC dan McDonals (untuk high seasons). Harganya pun terbilang tidak terlalu mahal, yakni Rp 10.000,00/karung.

Kami pun mencoba melakukan investigasi ke daerah Cawang. Kabarnya batu-batu es yang didistribusikan untuk dikonsumsi masyarakat disekitar daerah tersebut merupakan hasil produksi penyulingan air Sungai Ciliwung. Di sana terdapat sebuah pabrik es, yang menurut pengakuan Pak Tohir, seorang pegawai Pabrik es tersebut, benar bahwa es yang diproduksi pabrik tersebut berasal dari air sungai Ciliwung yang telah disuling. Menurut Pak Tohir, kita tidak periu khawatir untuk mengkonsumsi es-es batu, karena es-es batu tersebut telah melalui berbagai proses penyaringan sehingga aman untuk dikonsumsi.

Selain sumber air yang nyatanya memang tidak layak konsumsi, tempat penyimpanan es-es balok oleh para agen maupun para distributorpun tidak higienis. Tidak hanya itu, pabrik-pabrik es juga tidak menjaga kebersihan lingkungan pabrik maupun mesin-mesinnya, hal ini mungkin karena mereka sendiri pun telah menyadari bahwa kondisi es sendiri memang tidak steril.

Kami mencoba bertanya kepada Karyo, seorang laki-laki separuh baya, yang membuka usaha Warteg (Warung Tegal) di kawasan Tambun, Cibitung. Karyo setiap harinya membeli es batu balok untuk Wartegnya dengan harga Rp 24.000,00/balok dari pedagang es balok keliling. Es batu balok inilah yang kemudian ia gunakan sebagai pendingin minuman-minuman yang dipesan pembelinya. Ketika ditanya, Karyo mengetahui bahwa memang ada es batu balok yang dibuat dengan menyuling air dari sungai Kalimalang, tetapi ia menganggap bahwa balok-balok es tersebut sudah steril, karena tidak ada keluhan dari para pembelinya.

Di lain pihak, Atin, seorang pedagang nasi uduk yang juga sering membeli es balok keliling di rumahnya di kawasan Ciledug, Tangerang, baru mengetahui akan kasus ini, dan ia pun tidak menyangkal jika kadang kala ada es yang berbau amis dan tidak enak rasanya.

Meskipun narasumber telah memberikan penjelasan bahwa batu-batu es tersebut telah aman untuk dikonsumsi. Tetapi tetap saja air untuk memproduksi batu-batu es tersebut berasal dari sungai-sungai di Jakarta dan sekitarnya, yang juga merupakan muara pembuangan saluran-saluran air.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar